Kamis, 30 Mei 2013

Cerita Kebenaran



Alkisah, ada seorang wanita yang sangat cantik, yang senang berjalan keliling kota. Ia selalu menjadi pusat perhatian karena kecantikannya. Setiap orang selalu ingin memandangnya, menyapanya, bertanya kepadanya, menghabiskan waktu bersamanya dan berbicara kepadanya. Di kota itu juga hidup seorang wanita lain. Dia juga sangat cantik, tetapi karena kemiskinannya ia tidak mampu memiliki pakaian yang indah-indah dan karena itu tak ada seorangpun yang ingin berurusan dengannya. Wanita itu menjadi sedih dan kesepian. Wanita itu sering memandang wanita cantik itu, yang selalu berpakaian sangat indah dan dengan semua perhatian yang didapatnya karena keindahan pakaiannya. Wanita miskin itu selalu berharap bahwa suatu saat nanti orang-orang juga akan memperhatikan dirinya karena wanita itu mempunyai banyak hal yang ingin ia bagikan kepada banyak orang.

Suatu hari wanita miskin itu memberanikan diri untuk menemui dan berbicara kepada wanita yang berbusana indah itu. "Permisi, katanya dengan suara yang lirih. Bolehkah saya meminta bantuan anda?" Wanita berbusana indah yang baik hati itu kemudian berhenti dan tersenyum keada wanita miskin itu.
"Tentu saja," jawabnya. "Apa yang bisa saya bantu?"
"Begini," kata wanita itu. "Anda sangat cantik dan selalu berbusana indah, sehingga semua orang akan berkeinginan untuk bertemu anda. Sedangkan saya hanyalah seorang miskin yang tentunya tidak mampu membeli pakaian yang indah, sehingga tak ada seorangpun ingin memperhatikan saya. Saya ingin untuk sehari saja boleh bersembunyi di dalam salah satu baju indah anda dan berjalan keliling kota bersama anda. Mungkin dengan demikian orang-orang akan memperhatikan saya, karena saya mempunyai hal penting yang perlu saya ceritakan kepada orang-orang. Mengenai nilai-nilai kehidupan, 'ah' andai saja mereka tahu itu."

Wanita cantik, elegan dan berbusana indah itu segera mengabulkan permintaan wanita miskin itu. Esok paginya, wanita cantik itu membungkus wanita miskin itu dengan baju indahnya, dan kemudian berjalan keliling kota bersamanya. Dimana-mana, seperti biasanya, semua orang akan sibuk memperhatikan wanita itu. Sekarang ia dan ditambah dengan satu lagi wanita cantik berbusana indah yang berjalan bersamanya. Selama berjalan, wanita berbusana indah itu akan berbicara dan mendengarkan cerita-cerita wanita miskin itu. Wanita cantk itu kemudian mengetahui betapa bijaksana wanita miskin itu, dan karena itu pulalah kemudian mereka menjadi sahabat. Sejak hari itu mereka selalu berjalan berdampingan, sampai sekarang di dunia ini.

Siapakah nama wanita cantik berbaju jelek itu? Dia dikenal sebagai 'kebenaran' , dan wanita cantik berbaju indah itu? Ia yang semua orang kagumi adalah bernama 'cerita.'
Berusahalah untuk memahami orang lain, selepas kita memahami diri sendiri. Hikmahnya, kita dapat sentiasa bersangka baik...
Psychologist mengatakan:
1. Apabila seseorang itu terlalu ketawa terbahak2 biarpun hanya perkara kecil yang langsung tidak lucu dan kelihatan bodoh, dia sebenarnya mempunyai jiwa yang sangat sunyi. 
2. Sekiranya seseorang itu banyak tidur, dia orang yang kuat bersedih.
3. Apabila dia kurang bercakap tetapi pantas dalam berbicara, bermakna dia menyimpan seribu rahsia.
4. Sekiranya dia sukar untuk mengeluarkan air mata, dia seorang yang lemah.
5. Kalau senang menangis meskipun benda yang kecil sahaja, dia seorang yang berhati lembut.
6. Dan sekiranya dia cepat marah biarpun perkara sekecil kuman, itu bermakna dia KKS --> Kurang Kasih Sayang...

Selasa, 28 Mei 2013

Imma Nuel Kant



CRITIQUE OF PURE REASON

Tujuan Kant menulis bukunya ini adalah untuk mengetahui apakah penalaran murni memiliki batas, dan apakah dia bisa digunakan untuk mencapa pengetahuan yang paling murni – dasar, tanpa menggunakan indra perasa atau dipengaruhi oleh objek yang ditelitinya. Pertanyaan epistemologinya adalah apakah kita sudah mengetahui bahwa sesuatu itu ada karena pengetahuan itu memang sudah ada dan diberikan kepada kita atau melalui pengalaman. Sebagai seorang penganut paham metafisika, dia mau memberikan argumennya bahwa kita bisa mengetahui pengetahuan berdasarkan penalaran murni ini.

Bagian Pendahuluan

Kant memberi pendahuluan dengan pernyataan bahwa pengetahuan dimulai dari pengalaman, namun tidak berarti bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Pertanyaan Kant adalah apakah ada pengetahuan yang bebas dari pengalaman indra manusia (1). Menurutnya, a priori adalah “is absolutely so of all experience, pure knowledge.” Sedangkan a posteriori berasal dari pengamatan dan pengalaman, dan berasal dari metode induksi. Kebenaran a priori dibagi dua, yaitu judgment a priori, yaitu sebuah kebenaran apabila kita memiliki sebuah proposisi yang mengandung ide kepentingan dalam konsepsinya; sementara itu absolut a priori adalah kebenaran yang tidak datang dari proposisi apapun.

Kant berusaha membela pendapatnya ini dari Hume, yang memang beranggapan bahwa semua pengetahuan berasal dari a posteriori. Argument Kant adalah bahwa ada pengetahuan yang memang sudah ada a priori tanpa kita perlu mengamati untuk mengetahui bahwa pengetahuan itu adalah benar.

Pertanyaan selanjutnya adalah, Bagaimana pengetahuan kita bisa sampai kepada pengertian a priori ini, dan sejauh apa kebenaran yang dimilikinya (5)? Kant menganggap bahwa pengetahuan a posteriori adalah keinginan manusia untuk merasa nyaman dalam pengetahuan yang mereka bisa selidiki dan pahami. Manusia takut untuk bertanya dan menjawab kontradiksi yang tidak bisa mereka buktikan secara empiris. Menggunakan teori gua Plato, Kant mengungkapkan bahwa pengetahuan sesungguhnya berada di luar indra perasa manusia yang terbatas. Semua pengetahuan kita sebenarnya sudah ada tanpa harus melalui pengalaman, justru pengamatan hanya akan mendistorsi atau menguatkan pengetahuan yang sudah kita miliki sebelumnya (6).

Kant kemudian membedakan antara penilaian analitis dan sintetis. Penilaian analitis adalah mereka yang predikat dan subjeknya dihubungkan oleh identitas misalnya “semua tubuh itu berat”; sementara ketika predikat dan subjek dihubungkan tanpa identitas dia disebut sebagai penilaian sintetis, misalnya “semua tubuh akan bertumbuh”. Penilaian sintetis bisa diperoleh tanpa pengamatan dan sudah ada secara a priori.

Dengan pemahaman ini, Kant lebih jauh berargumen bahwa dalam semua ilmu sains, pengetahuan a priori adalah prinsip dasar dalam menentukan langkah selanjutnya. Dia menunjukkannya dalam bidang matematika, fisika, dan metafisika. Semua hasil matematika adalah pengetahuan a priori, yang kemudian diamati dan dibuatkan langkah menuju pengetahuan itu. Kant memberi dua contoh: misalnya “7+5 = 12”, dan “garis lurus antara dua titik adalah jarak terpendek antara keduanya.” Kedua pengetahuan ini kita ketahui tanpa menyelidikinya. Penelitian lebih lanjut hanya membantu kita memastikan pengetahuan ini. Meskipun  ada beberapa perhitungan matematis yang muncul dari pengetahuan analitis, kita hanya bisa membuktikannya melalui pengamatan sesudah kita menerima rumus tersebut secara a priori. Dalam fisika, banyak rumus dan presuposisi yang diberikan berasal dari pengetahuan a priori, dan demikian juga dalam metafisika.

Pertanyaan penting selanjutnya adalah, bagaimana pengetahuan sintetis secara a priori adalah mungkin (12)? Di sini Kant mengkritik Hume yang menurutnya tidak pernah sampai kepada ilmu yang murni. Menurut Hume, ilmu metafisika, di mana semua hal memiliki akibat terhadap yang lain, adalah sebuah pemikiran yang tidak rasional. Menurut Hume metafisika muncul dari nalar atau pemikiran yang berlebihan yang muncul dari pengalaman namun diberi penjelasan seolah-olah dia berasal dari logika.

Untuk menjawab Hume, Kant mengajukan pertanyaan lain,
- Apakah yang disebut dengan ilmu matematika murni itu ada?
- Apakah yang disebut dengan ilmu alam murni itu ada?(13)
Ilmu yang murni hanya ada karena mereka telah ada. Karena itu kita hanya bisa memiliki suatu hal yang murni karena mereka telah diberikan kepada kita, dan kita kemudian mengujinya melalui pengalaman. Jadi, alih-alih pengalaman yang membangun pengetahuan yang murni, pengetahuan murni yang sudah ada itulah yang kita uji melalui pengalaman. Pengetahuan ini kita sebut dengan metafisika.

Kritik atas penalaran murni berdiri sebagai pemurni akal dan penuntun logika menuju sebuah pengetahuan yang lebih baik lagi. Kritik atas alasan murni berdiri sebagai filsafat transenden yang tidak berdiri sebagai sebuah dogma melainkan sebuah pemurni, kritik terhadap pengetahuan.

Sebelum kita melangkah lebih jauh, berikut adalah beberapa istilah yang Kant gunakan yang akan dipakainya berulang-ulang dalam bab selanjutnya yang penting untuk kita catat. Pure reason, atau (akal budi) penalaran murni adalah ketika kita mengetahui sesuatu betul-betul secara a priori. Sementara itu yang dimaksud dengan transenden adalah pengetahuan yang diperoleh tanpa keterikatan dengan objek, dan hal ini hanya bisa kita ketahui melalui pengetahuan a priori. Karena itu filsafat transendental adalah sistem yang menganut pengertian di atas. Sensibilitas adalah cara kita mengenali objek, dan pengertian adalah bagaimana kita bisa memahami objek tersebut. (15)

Bagi Kant, tujuan dari sistem dari penalaran murni adalah untuk membangun filsafat transendental. Filsafat transendental adalah ide akan sebuah ilmu, di mana kritik atas penalaran murni harus menggambarkan seluruh rencananya dari prinsip-prinsip, yang memberi garansi akan kesahihan dan kestabilan semua bagian yang memasuki sistem berpikirnya. Filsafat ini adalah sistem dari semua prinsip penalaran murni, dan Critique of Pure Reason bertugas untuk mengujinya.

To the Critique of Pure Reason, therefore, belongs all that constitutes transcendental philosophy; and it is the complete idea of transcendental philosophy, but still not the science itself; because it only proceeds so far with the analysis as is necessary to the power of judging completely of our syntethical knowledge a priori (17).


Estetika Transendental

Estetika transendental adalah ilmu dari prinsip sensibilitas (menerima representasi melalui cara di luar indra perasa yang membuat kita terpengaruh oleh sang objek) secara a priori. Untuk menuju estetika murni ini, maka kita harus melepaskan semua indra perasa kita, sehingga kita bisa menemukan intuisi murni tanpa dipengaruhi oleh fenomena objek yang kita teliti. Hanya dengan cara inilah kita bisa menemukan pengetahuan a priori yang murni. Menurut Kant, ada dua bentuk dari hasil indra kita, namun bisa bebas dari mereka, dan bisa kita ketahui secara a priori, yaitu ruang dan waktu.

Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh Kant mengenai ruang. Konsep ruang datang kepada kita dengan sendirinya tanpa bantuan indra peraba dan pengalaman. Argumen yang dibangun Kant adalah bahwa ruang selalu ada, dan hanya ada satu untuk semua orang meskipun bentuknya bisa berubah. Kita semua ada dalam ruang yang sama yang jumlahnya tak terbatas. Ruang adalah intuisi murni dan bisa berdiri pada dirinya sendiri meskipun tidak memiliki ukuran atau definisi empiris.

Geometri, atau ilmu ukur ruang dalam matematika, adalah ilmu yang membantu
kita mengukur ruang. Namun bagaimana ilmu ini bisa kita teliti tanpa lebih dulu memiliki sejenis paham mengenai ruang? Kita tidak akan bisa mengukur ruang, dan mengetahui bahwa ukuran yang kita pakai adalah benar, tanpa pengertian lebih dulu bahwa ruang itu ada. Pemahaman kita akan ruang tidak dipengaruhi oleh fenomena dari indra peraba kita, dan ruang akan tetap ada meskipun indra peraba kita tidak ada lagi. Tanpa ruang, kita tidak akan ada, dan kita sepertinya sudah memiliki ide ini. Semua sensor yang kita miliki tidak membuat kita menjadi tahu tentang apa ruang itu, namun hanya memperjelasnya. 
Demikian juga dengan konsep kita tentang waktu. Waktu bukanlah konsep empiris yang berhubungan dengan semua indra peraba kita. Waktu, yang juga tak terhingga seperti ruang, hanya bisa kita ketahui secara a priori. Kant berpendapat bahwa kita semua terikat di waktu yang sama. Semua pengetahuan melalui penelitian dan pengalaman terhadap objek membantu kita untuk memberi makna terhadap waktu. Sesuatu yang tidak terikat pada ruang tertentu tetap masih harus terbatas pada waktu. Tanpa pemikiran kita, waktu akan tetap ada dan mengatur kita.
Waktu dan ruang mengikat kita dan semua pengetahuan empiris kita. Wkedua hal ini adalah bentuk paling murni, dan tidak ada lagi di luar kedua hal ini. Pengertian kita tentang ruang dan waktu datang kepada kita secara a priori tanpa bantuan pengalaman. Pengalaman hanya menguatkan pengetahuan yang sudah ada itu. Karena itu, ruang dan waktu adalah kenyataan transenden yang paling murni. Tugas pengetahuan empiris adalah untuk memberi kita makna akan ruang dan waktu yang kita diami. Jika ruang dan waktu adalah ciptaan pikiran kita melalui pengalaman, maka seharusnya kita bisa berimajinasi mengenai apa yang ada di balik mereka. Kita tidak bisa memikirkannya kalau kita dibatasi oleh pikiran empiris kita.  Kant berpendapat bahwa estetika trasenden hanya memiliki ruang dan waktu sebagai konsep yang melampaui indra peraba kita yang membuktikan bahwa pengetahuan a priori itu melampaui pengetahuan empiris manusia. Lebih jauh, Kant bahkan mengatakan bahwa pengetahuan empiris pun sebenarnya bukan pengetahuan murni, karena dia adalah fenomena yang datang dari indra peraba kita. Dengan indra, kita hanya bisa mengetahui sebatas yang kita lihat dan yang ada, padahal pengetahuan itu lebih dari sekedar apa yang ada pada sensor peraba kita. Peran dari nalar murni adalah untuk mengetahui batasan ini dan juga batasan pada dirinya sendiri.

Kesimpulan dan Komentar
Kant berhasil menunjukkan perbedaan antara a priori dan a posteriori dan mempertahankan pentingnya pengetahuan a priori. Di bab awal ini Kant memberikan garis besar mengenai apa yang dia mau tulis dalam bukunya. Satu hal yang penting untuk dicatat dalam membaca Kant lebih lanjut adalah bahwa Critique of Pure Reason bukanlah kritik terhadap penalaran murni, melainkan untuk memperlihatkan bahwa nalar murni adalah pengetahuan tertinggi yang bisa kita peroleh a priori. Critique of Pure Reason juga menunjukkan bahwa nalar juga memiliki batasan, dan tugas pengetahuan empiris adalah membuktikan dan menjelaskan pengetahuan kita itu agar dia tidak jatuh menjadi dogma semata. Pada saat yang sama Kant menjelaskan batasan dunia empiris dan juga batasan dunia metafisika.
Kant berhasil membedakan pengetahuan sintetis dan a priori dari analitis dan a posteriori. Dia memberi 4 definisi yang berbeda. Karena hanya kebenaran a priori yang bersifat universal, seperti dalam ruang dan waktu, maka kebenaran sejati pastilah a priori. Pengertian semacam ini memberi argumen terhadap kebenaran a priori. Karena keterbatasan indra kita, maka tugas pengetahuan empiris adalah menjelaskan keterbatasan metafisika kita. Kedua hal ini sebenarnya saling terkait.
Menurut saya, Kant sebenarnya tidak pernah ingin menolak pengetahuan yang kita peroleh melalui pengamatan empiris, dia hanya ingin menunjukkan bahwa pengetahuan empiris saja tidak cukup untuk sampai kepada pengetahuan murni. Kenyataan adalah gabungan dari kedua pengetahuan a priori dan a posteriori, antara sintetis dan analitis.

Kant sebenarnya sudah sangat maju dalam pemikirannya, bahwa menurutnya, pikiran kita tidak hanya menerima objek yang ada di sekitar kita, tetapi pikiran kita justru aktif memberi makna terhadapnya. Pengertian yang sesungguhnya dari suatu objek bisa terdistorsi oleh indra perasa kita sehingga kita tidak akan bisa sampai kepada pengertian yang sesungguhnya melalui pengamatan saja. Pengetahuan empiris adalah seperti pelengkap ke dalam dunia pengetahuan a priori yang sudah lebih dulu ada.

Melalui analisisnya, Kant berhasil menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam matematika justru berasal dari pengetahuan a priori. Namun pengetahuan a priori ini tidak bisa murni kita terima seperti yang kita harapkan. Instrumen perasa dan nalar kita yang terbatas membuat kita membutuhkan keduanya penguji pengetahuan a priori dan analitis.

Ada yang mengkritik Kant dengan mengatakan bahwa Kant tidak pernah menjelaskan matematika dari sisi empiris. Ketika Kant menjelaskan matematika dari nalar, maka dia akan menemukannya secara a priori, sementara matematika adalah pengetahuan yang membutuhkan pembenaran secara analitis, tanpanya kita tidak tahu apakah pengetahuan a priori itu benar atau tidak.

Salah satu kritik yang hendak saya ajukan adalah prinsip Kant yang memandang ruang dan waktu sebagai tak terhingga dan hanya satu. Berbagai teori baru dalam dunia fisika sepertinya menunjukkan bahwa di balik ruang yang kita tempati sekarang, ada ruang lain yang juga berjalan pada waktu bersamaan. Teori ini tetap masih harus dibuktikan. Ada juga teori lain yang berargumen bahwa pada waktu yang sama, ada waktu lain yang berjalan beriringan, dan ada jumlah waktu yang tak terbatas yang berjalan beriringan tanpa memengaruhi satu dengan yang lain. Hal ini juga masih harus terus diuji melalui penemuan baru di bidang sains.
REFLEKSI HARI INI, RABU 29 MEI 2013

Hari ini saya belajar bahwa manusia beranekaragam. Jujur ternyata berat menerima kenyataan bahwa teman yang kita kagumi menyakiti kita dengan kekurangannya. Menerima kekurangan orang lain lebih berat daripada menerima kelebihannya. Penyakit iri dengki karena keberhasilan orang lain, ternyata lebih mudah ditaklukan daripada menerima kekurangan teman. 
Saya belajar ilmu baru, hari ini saya marah, emosi, kecewa, sedih berbaur menjadi satu. mudah-mudahan kedewasaan dan kebijaksanaan yang kita idolakan berproses dalam keseharian kita. Hanya saya bingung antara harus "DIAM" membiarkan dan mendengarkan saja, atau harus ikut dalam carut marut situasi emosi orang perorang ? Bagaimana untuk bijaksana dalam situasi seperti ini ? Bingung ?!?

Menurut kamus, arti dari kata bijaksana adalah bertindak sesuai dengan pikiran, akal sehat sehingga menghasilkan perilaku yang tepat, sesuai dan pas. 
Bijaksana itu adalah sebuah penilaian terhadap suatu pemikiran, ucapan dan perbuatan seseorang yg didasarkan pada ruang lingkup sekitarnya dengan tidak memaksakan kehendak pd apa dan siapapun berdasarkan etika dan hati. Sehingga keberadaannya menimbulkan rasa tepa salira thd sesama.
Benar adalah sesuatu hal yg sdh diuji dan diterapkan hasilnya berdasarkan logika sehingga menimbulkan sebuah keegoisan (misal: klo berjalan menggunakan kaki dll).

Perpaduan antara benar dan bijaksana, itu lbh baik krn keduanya akan saling mendukung.
Trus saya harus bagaimana Mbah GooGle???

Rabu, 22 Mei 2013

KONSEP DASAR, TEORI BELAJAR, 
DAN CIRI-CIRI  BELAJAR
A. Pengertian Teori Menurut Pendapat Para Ahli
1.      Pengertian Teori
Teori merupakan kumpulan prinsip-prinsip (principles) yang disusun secara sistematis. Prinsip tersebut berusaha menjelaskan hubungan-hubungan antara fenomena-fenomena yang ada. Setiap teori akan mengembangkan konsep-konsep yang digunakan sebagai simbol fenomena tertentu.
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.
2.      Pengertian teori menurut beberapa ahli:
a.       Jonathan H. Turner
Teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.
b.      Little John & Karen Foss
Teori merupaka sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami sebuah fenomena.
c.       Kerlinger
Teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena.
d.      Nazir
Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian.
e.       Stevens
Teori adalah suatu pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena
B. Pengertian Belajar, Ciri-Ciri Belajar dan Prinsip Belajar
1.      Pengertian Belajar
Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Pengertian belajar menurut kamus bahasa Indonesia, Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
2.      Beberapa pengertian belajar menurut para ahli:
a.       Witherington
Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
b.      Hilgard
Belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi
c.       Di Vesta dan Thompson
            Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.
d.      Gage & Berliner
            Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman
e.       James O. Whittaker
Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.


3.      Ciri-ciri Belajar
  1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkahlaku (change behavior). Ini berarti bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkahlaku yaitu adanya perubahan tingkahlaku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan dari tingkahlaku hasil belajar kita tidak dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar. Karena perubahan hasil belajar hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang dapat diamati. 
  2.  Perubahan perilaku relative permanent, ini diartikan bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-berubah, akan tetapi dilain pihak tingkahlaku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup 
  3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan prilaku tersebut bersifat potensial. 
  4. Perubahan tingkahlaku merupakan hasil latihan atau pengalaman 
  5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku

TEORI DISIPLIN MENTAL
A. Pengertian Teori Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental berkembang sebelum abad ke-20. Teori ini tanpa dilandasi eksperimen dan hanya berdasar pada filosof atau spekulatif. Walaupun berkembang sebelum abad ke-20, namun teori disiplin mental sampai sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran disekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi individu memiliki kekuatan, kemamouan atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengalaman dari kekuatan, kemampuan dan potensi-potensi tersebut.
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebegai pengembangan oleh fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai konsep “Disiplin Mental” (Bell Gredler, 1994:21)
 
B. Tujuan, Asumsi Dasar Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaaran yang diaksud adalaah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran (Triyanto, 2007:1)
Dalam kalangan anak-anak, bsik dilngkungan keluarga ataupun disekolah, hamper semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan cara disiplinn, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan, latihan tetap terhadapsuatu keterampilan, disiplin diri dalam bertindak, disiplin mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin tetap, serta adanya arahan-arahan motivasi dari pihak lain. Semua itu jika dilakukan akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul dibidang yang dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin tadi. Memang, pada asalnya disiplin dilakukan oleh adanya aturan-aturan eksternal, namun secara tidak langsung, jika hal itu dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menghasilkan perilaku disiplin internal.

C. Implementasi melalui Ilustrasi dan Simulasi dalam Pembelajaran
Implementasi teori disiplin mental dalam pembelajaran, khususnya dalam Ilmu Pengetahuan Sosial dilaksanakan dengan cara merancang materi-materi pembelajaran sceara bertahap, kemudian memberikan materi-materi kepada anak dan memberikan evaluasi berbasis disiplin mental.
Disiplin mental yang sebenarnya disebut juga dengan disiplin formal yang selalu tampak dalam hamper semua aspek pembelajaran manusia. Artinya, ketika manusia melakukan belajar, ia selalu mengalami pelatihan seara disiplin, baik internal maupun eksternal. Contoh dalam tataran praktis keseharian. Olahragawan terkemuka biasanya hasil latihan yang disiplin.tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang tertentu. Ilmuwan terkemuka juga merupakan hasil kerja belajar secara disiplin. Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang tertentu.


TEORI BEHAVIOURISTIK
A. Pengertian Teori Behaviouristik
Teori Behaviouristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun yang eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangka respon adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stiulans.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak bisa diamati. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
 
B. Teori Connectionisme S.R Bond (Edward Thorndike)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi (koneksi) antara peristiwa yang disebut dengan Stimulus (S) dengan Respon (R). Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “Trial and Error learning atau selecting and conecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan kegiatan membentuk asosiasi (conection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.


TEORI BEHAVIOURISTIK
A. Teori Clasisical Conditioning (Ivan Petrovich Pavlov)
Classical Conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan reflek baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Teori ini dihasilkan berdasarkan pada eksperimen terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing :
  1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur. 
  2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging. 
  3. (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging. 
  4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
B. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin Guthrie menggunakan variable stimulus dan respon untuk menjelaskan proses terjadinya belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull.
Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan belajarnya peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap.
Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan bersifat tetap, maka diperlukakan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Tidak semua hukum bisa efektif dalam pembelajaran, efektifitas hukuman juga ditentukan oleh lingkungan, karakter siswa dan ideologi yang di miliki siswa terhadap gurunya.

TEORI BEHAVIOURISTIK
A. Teori Opperant Conditioning (B.F Skiner)
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operasn (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. (Prasetyani, 2007).Teori ini diteliti Pavlov dan dikembangkan Skinner. Skinner berpendapat setiap suatu tindakan yang telah dibuat ada konsekuensinya, penghargaan untuk tindakan yang benar, hukuman untuk yang salah. Tindakan yang ingin mendapat penghargaan akan menjadi suatu kebiasaan, dan secara tidak disadari kebiasaan lama akan hilang.

B. Aplikasi Teori Behaviouristik Dalam Pembelajaran
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.

TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. Pengertian Teori Belajar Kognitif
Kognitif adalah suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Teori belajar kognitif lebih memetingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang berbeda dari teori belajar kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behaviouristik yang hanya mementingkan stimulus dan respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual.
B. Teori Perkembangan Jean Piaget
Piaget adalah seorang tokoh psikologis kognitif yang besar pengaruhnyaterhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulant, yaitu :
  1. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya 
  2. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu:
  • Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
  • Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
  • Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
  • Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. Teori Menurut Bruner
Jerome S.Bruner, seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan, maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi se-cara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika penge-tahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.

B. Teori Belajar Bermakna Ausubel
Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.


TEORI KONSTRUKTIVISTIK
A. Karakter Masa Depan Yang Diharapkan
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam pengambilan keputusan, dan mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan, berarti ketajaman baik dalam arti kemampuan berfikirnya, maupun kemudahan tersentuh hati nuraninya di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu mulai dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan Sang Pencipta. Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri di samping proses dan hasil berfikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu. Tanggung jawab, berarti kesediaan untuk menerima segala konsekuensi atas keputusan dan tindakan yang telah dilakukan. Kolaborasi, berarti di samping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri, individu dengan ciri-ciri di atas juga mampu berkerja sama dengan individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.
B. Konstruksi Pengetahuan
Untuk memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Kedua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu dan memahami pengalamannya. Demikian juga, manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Pada bagian ini akan dibahas teori belajar konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman tentang pengetahuan, proses mengkonstruksi pengetahuan, serta hubungan antara pengetahuan, realitas, dan kebenaran.
 
TEORI KONSTRUKTIVISTIK
A. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Proses belajar konstruktivistik secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitif. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “ constructing and restructuring of knowledge and skill (schemata) within the individual in a complex network of inclueasing conceptual consistency”. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasan, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.
B. Perbandingan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahs ciri – ciri pembelajaran tradisional atau behavioristik dan ciri – ciri pembelajaran konstruktivistik.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik
Menurut teori humanistik belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik sifatnya abstrak dan lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik (memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan manusia).
Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.


B. Pandangan Kolb Terhadap Belajar
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an. Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
Experiential Learninng Theory kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning yang menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman kemudian mempunyai peran sentral dalam proses belajar.

A. Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar
Pandangan tentang belajar Honey dan Mumford banyak dipengaruhi oleh Kolb. Mereka kemudian menggolong-golongkan orang belajar menjadi empat macam golongan yaitu kelompok aktivis, reflektor, teoritis dan pragmatis :
1.      Kelompok Aktivis
    Orang yang termasuk dalam kelompok aktvis ini adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tpe ini mudah diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya. Namun dalam melakukan tindakan seringkali tanpa pertimbangan matang. Lebih banyak didorong oleh kesenangan untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada ha-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru seperti pemikiran baru, pengalaman baru dan sebagainya. Sehingga metode yang cocok adalah problem solving ,brainstorming, namun mereka bosan dengan kegiatan yang impelementasinya memakan waktu lama.
 
2.      Kelompok Reflektor
    Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk dalam kelompok aktivis . dalam melakukan suatu tindakan, orang-orang type reflektor sangat berati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan baik buruk dan untung rugi selalu diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi sehingga cenderung bersifat konservatif.
3.      Kelomppok Teoritis
     Orang-orang type teoritis memiliki kecenderungan sangat kritis. Mereka suka menganalisis, berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu dikemballikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian sifatnya subyektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu penuh pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal bersifat spekulatif.
4.      Kelompok Pragmatis
Orang-orang type pragmatis memiliki sifat yang praktis, mereka tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan maka teori, konsep dalil dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat dalam kehidupan.
 
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pandangan Bloom dan Krathwool Terhadap Pembelajaran
Pandangan ini menekankan pada apa yang harus dikuasai oleh individu ( sebagai tujuan belajar ) setelah melalui peristiwa belajar. Tujuan belajar telah dirangkum dalam tiga kawasan yang disebut Taksonomi Bloom, yakni :
1. Domain Kognitif, terdiri atas 6 tingkatan , yaitu :
a. Pengetahuan ( mengingat, menghafal )
b. Pemahaman ( menginterprestasikan )
c. Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan masalah )
d. Analisis ( menjabarkan suatu konsep )
e. Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi sebuah konsep yang utuh )
f. Evaluasi ( membandingkan nilai – nilai, ide, metode , dll )
2. Domain Psikomotor, terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Peniruan ( menirukan gerak )
b. Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak )
c. Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar )
d. Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar )
e. Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar )
3. Domain afektif , terdiri dari 5 tingkatan, yaitu :
a. Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b. Merespon ( aktif berpartisipasi)
c. Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu )
d. Pengorganisasian ( menghubungkan nilai yang dipercayainya )
e. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
 
B. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Teori dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psykoterapi dari pada pada bidang pendidikan, sehingga sukar menerjemahkannya kedalam langkah-langkah lebih kongkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal itulah yaitu memanusiakan manusia maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun alan selalu diarahkan untuk mencapai pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini sanagat besar, dapaat membantu para guru dan pendidik memahami hakikat kejiwaan manusia. Dpat menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, pemilihan strategi pembelajaran serta pemngembangan alat evaluasi kearah pembentukan manusia yang dicitakan.
 
TEORI BELAJAR SOSIAL
A. Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
B. Teori Peniruan ( Modeling )
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
 
TEORI BELAJAR SOSIAL
A. Unsur Utama Dalam Peniruan (Proses Modeling atau Pemodelan)
Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu : perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
1.      Perhatian (’Attention’)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari.

2.      Mengingat (’Retention’)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
3.      Reproduksi gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
4.      Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.
 
B. Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura
  1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
  2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
  3. Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
  4. Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
  5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
C. Jenis – jenis Peniruan (modelling)
     1.      Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
     2.      Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.      Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
     4.      Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
      5.      Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
TEORI KECERDASAN GANDA
A. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Anugrah ini mampu menggerakkan seluruh sendi kehidupan di dunia dan keberhasilan yang dirasakan selama ini. Istilah kecerdasan sering dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk bertindak, bekerja, menghitung matematis, mengukur, membaca cepat, berbahasa asing dengan lancar, memecahkan masalah, bekerjasama, sabar, pintar, IQ di atas rata-rata, pengambilan keputusan dan mengerjakan banyak hal sekaligus. Dari semua pengertian yang ada, para ahli sepakat bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan paling tidak mengandung dua aspek pokok yaitu; kemampuan belajar dari pengalaman dan beradaptasi terhadap lingkungan. Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat diaktifkan melalui proses belajar, interaksi dengan keluarga, guru, teman dan nilai-nilai budaya yang berkembang.
B. Fakor Yang Mempengaruhi Kecerdasan
Kecerdasan merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan;
1.      Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman hidup yang dilaluinya. Sejak lahir hingga masa kanak-kanak yang memperoleh pengasuhan yang baik dari ibunya akan tumbuh lebih cepat dan lebih sukses dibanding anak yang kurang mendapat perhatian cenderung menimbulkan rasa rendah diri dan frustasi. Bila hal ini berjalan secara berulang-ulang akan menentukan besaran potensi kecerdasan yang dimilikinya.
2.      Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta dukungan akan memperkuat otot mental dan kecerdasan. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa lingkungan yang kaya akan stimulus mendorong pertumbuhan koneksi sel otak. Hal ini terjadi pula pada proses perkembangan otak manusia.
3.      Kemauan dan Keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah. Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi. Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi intelektualnya.
4.      Bawaan
Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit banyak berpengaruh. Hasil riset dibidang neuroscience menunjukkan bahwa faktor genetika berpengaruh terhadap respon kognitif seperti kewaspadaan, memori, dan sensori. Artinya seseorang akan berpikir dan bertindak dengan menggunakan ketiga aspek itu secara simultan.
5.      GayaHidup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik. Suatu riset yang dilakukan oleh University of California membuktikan bahwa IQ dapat ditingkatkan 8-9 poin dengan mendengarkan musik Mozart.
6.      Aktivitas Belajar dan Kegiatan Harian
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali kebiasaan hidup sehari-hari sangat membantu dalam memetakan pengalaman belajar yang dipadukan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam masyarakat.
C. Macam-Macam Kecerdasan
Gardner (1983) dalam bukunya Frames of Mind, mengembangkan model kecerdasan selama lebih dari dua puluh tahun dengan menjelajahi berbagai disiplin ilmu, seperti neoubiologi, antropologi, psikologi, filsafat dan sejarah. Tipe kecerdasan ganda dikembangkan berdasarkan hasil penelitian para pakar, salah satunya Jean Piaget. Gardner akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, dan bukanlah unit kemepilikan tunggal. Kecerdasan merupakan serangkaian kemampuan dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Kecerdasan ada pada setiap manusia tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda
D. Prinsip-prinsip Kecerdasan Ganda
Disamping kedelapan jenis Kecerdasan Dasar yang telah dikembangkan dan penjelasan teoritisnya, beberapa prinsip yang perlu dipahami tentang aplikasi dari model ini, diantaranya; Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan. Teori kecerdasan majemuk bukan alat untuk menetapkan satu kecerdasan yang sesuai dengan potensi seseorang. Teori ini lebih menjelaskan fungsi kognitif yang menyatakan bahwa seseorang memilih kapasitas dalam kedelapan kecerdasan tersebut dan berjalan secara bersamaan dengan cara yang berbeda pada setiap orang. Orang pada umumnya mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan tertentu. Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi secara memadai jika mendapat dukungan, pengayaan dan pengajaran-pelatihan.
E. Aktivitas belajar untuk Kecerdasan Ganda
Beberapa saran praktis bagi orang tua atau pendidik yang akan mengembangkan belajar di rumah dengan menggunakan kecerdasan ganda.
1.      Career Day
Biasanya secara teratur orang tua dapat mengundang fasilitator, pembimbing, nara sumber atau tenaga ahli dari berbagai bidang yang dibutuhkan anak untuk berbicara tentang minat dan pekerjaan masing-masing.
2.      Kunjungan Lapang
Lakukan kunjungan ke suatu tempat terdekat untuk mengembangkan berbagai kemampuan berkaitan dengan keterampilan yang akan dilatihkan. Misalnya majelis dakwah, pesantren, perpustakaan, museum, laboraturium, sanggar seni, usaha kerajinan, terminal, kantor telekomunikasi, kantor penyuluhan, dan kelautan.
3.      Aktivitas Harian
Disarankan agar Anda membicarakan secara intensif dengan anak tentang waktu, tempat dan forum belajar lain yang sedikit banyak merubah agenda atau daftar kegiatan yang sudah mereka tentukan.
4.      Pengalaman Empiris
Salah satu cara yang paling praktis dalam mengembangkan kecerdasan dengan meminta anak untuk menentukan sendiri satu atau beberapa cara belajar yang mereka sendiri mampu melakukannya
5.      Gambar dan poster
Optimalkan seluruh ruang yang ada baik tempat bermain, kamar tidur anak atau tempat mereka belajar yang ada dengan menempelkan berbagai atribut, poster, foto dan gambar. Orang tua dapat memanfaatkan hasil karya anak sebagai sumber belajar dalam mengembangkan kecerdasan anak sekaligus memberikan penghargaan terhadap hasil karya, memotivasi dan mengapresiasikan ide—gagasan dalam bentuk dan ilustrasi yang menarik.
6.      Terlibat dalamPameran
Pamerkan hasil karya anak-anak Anda dalam setiap kegiatan yang diadakan dalam setiap event penting di masrakat seperti perayaan hari kemerdekaan, expo teknologi terapan, dan pameran yang diselenggarakan oleh sekolah dan universitas.
7.      Permainan
Permainan biasa digunakan untuk merefleksikan secara sederhana tentang tema dan keterampilan tertentu. Buatlah permainan sederhana untuk melatih delapan kecerdasan.

Teori Belajar Andragogi
A. Pengertian Belajar Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Istilah lain yang sering dipergunakan sebagai perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogus" artinya membimbing atau memimpin. Dengan demikian secara harfiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak. Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pendidikan atau pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Banyak praktik proses belajar dalam suatu pelatihan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogiuX3 taF l ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang dewasa. 
B. Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi
Malcolm Knowles (1970) dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
a.          Konsep Diri:
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.
b.         Peranan Pengalaman:
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman.
Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
c.          Kesiapan Belajar :
Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
d.         Orientasi Belajar:
Asumsinya yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya.
 
Teori Belajar Andragogi
Perbandingan Asumsi dan Model Pedagogi dan Andragogi
Dari uraian tersebut di atas telah diperoleh dan disimpulkan beberapa perbedaan teoritis dan asumsi yang mendasari andragogi dan pedagogi (konvensional) yang menimbulkan berbagai implikasi dalam praktek.
Dalam pedagogi atau konvensional, karena berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation) maka implikasi yang timbul pada umumnya peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat dominan. Pihak murid atau peserta pelatihan lebih banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo Freire, menyebutnya sebagai "Sistem Bank" (Banking System). Hal ini dapat terlihat pada hal-hal sebagai berikut:
  • Penentuan mengenai materi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu disampaikan yang bersifat standard dan kaku; 
  • Penentuan dan pemilihan prosedur dan mekanisme serta alat yang perlu (metoda & teknik) yang paling efisien untuk menyampaikan materi pembelajaran; 
  • Pengembangan rencana dan bentuk urutan (sequence) yang standard dan kaku ;
  • Adanya standard evaluasi yang baku untuk menilai tingkat pencapaian hasil belajar dan bersifat kuantitatif yang bersifat untuk mengukur tingkat pengetahuan; 
  • Adanya batasan waktu yang demikian ketat dalam "menyelesaikan" suatu proses pembelajaran materi pengetahuan dan ketrampilan.