Seorang professor
berdiri di depan kelas filsafat. Saat kelas dimulai, dia mengambil toples
kosong dan mengisinya dgn bola-bola golf. Kemudian dia berkata kepada
murid-muridnya, “Apakah toples sudah penuh?”
Mereka setuju..
Kemudian dia
menuangkan batu koral ke dalam toples, mengguncang dengan ringan. Batu-batu
koral mengisi tempat yang kosong di antara bola-bola golf. Kemudian dia bertanya kepada murid-muridnya: “Apakah toples sudah penuh? Mereka setuju..
Selanjutnya dia
menaburkan pasir ke dalam toples. Tentu saja pasir menutupi semuanya. Profesor
sekali lagi bertanya “Apakah toples sudah penuh? Para murid berkata, “Yes..”
Kemudian dia
menuangkan dua cangkir kopi ke dlm toples, dan secara efektif mengisi ruangan
kosong di antara pasir. Para murid tertawa.. “Sekarang, saya ingin kalian
memahami bahwa toples ini mewakili kehidupanmu.”
“Bola-bola golf
adalah hal yang penting; Tuhan, keluarga, anak-anak, pendidikan, kesehatan.
“Jika yang lain
hilang dan hanya tinggal mereka, maka hidupmu masih tetap penuh.”
“Batu-batu koral
adalah hal-hal lain, seperti pekerjaanmu, rumah dan mobil.”
“Pasir adalah
hal-hal yang kecil.” “Jika kalian pertama kali memasukkan pasir ke dlm toples,
maka tidak akan
tersisa ruangan untuk batu-batu koral ataupun untuk bola-bola golf..”
“Hal yg sama akan
terjadi dlm hidupmu.” “Jika kalian menghabiskan energi utk hal-hal yang kecil, kalian
tidak akan mempunyai ruang utk hal-hal yang penting buat kalian.”
“Jadi beri perhatian
untuk hal-hal yang penting untuk kebahagiaanmu.
“Bermainlah dengan
anak-anakmu.”
“Luangkan waktu
untuk check up kesehatan.”
“Ajak pasanganmu
untuk keluar makan malam”
“Berikan perhatian
terlebih dahulu kepada bola-bola golf.”
“Hal-hal yang
benar-benar penting.”
“Atur prioritasmu.
Baru yg terakhir,
urus pasirnya.”
Salah satu murid
mengangkat tangan dan bertanya, “Kopi mewakili apa?”
Profesor tersenyum, “Saya
senang kamu bertanya.” “Itu untuk menunjukkan kepada kalian,
sekalipun hidupmu tampak
sudah sangat penuh, tetap selalu tersedia tempat untuk secangkir kopi bersama
sahabat
Stay Humble &
Lovely,
Tinuk Pramono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar